AKU DIMANA? - Sebuah Cerpen tentang Lingkungan

        Bagimana kabarmu hari ini? Aku harap baik - baik saja. Ada sebuah cerita pendek tentang bagaimana lingkungan kita di masa depan. Cerpen ini dibuat atau dilatarbelakangi karena tugas dari dosen Ilmu Lingkunganku di UII, Bapak Tasdiyanto Rohadi. Hehe... ini dia ceritanya......

        Pada suatu hari, aku dihadapkan pada suatu keadaan yang aneh  Aku berada di tempat yang sangat sulit dijelaskan bagaimana pastinya tempat itu. Ah...Aku benar - benar bingung, semua serba asing dan tak biasa bagiku. Semakin penasaran, aku terus menelusuri tempat itu, aku terkagum - kagum saat menemukan sebuah kota indah. Menakjubkan! “Apa ini yang orang prediksikan sebuah istana masa depan?” Dalam hati ku berandai – andai. Mobil - mobil beterbangan bagai pesawat, robot - robot bekerja otomatis dan aku melihat mereka menjaga lalu lintas di jalan udara maupun darat, aku melihat sebuah mesin yang bertuliskan "$100000 to Mars". “Wah ke Mars?” bagaimana bisa mesin ini bekerja? Aku ingin mencoba alat itu, sayang aku tidak memiliki cukup uang untuk membayarnya.
            Dengan cepat aku alihkan pikiran tentang alat yang katanya mampu mengirin raga ku ke planet Mars. Aku terus melangkah, semakin jauh dan semakin pula aku penasaran dengan tempat ini, aku terus menyusurinya seraya terkagum - kagum dengan teknologi super canggih yang ada dihadapanku. Tak lama kemudian ku rasakan sesuatu yang sedikit  mengganggu tubuhku, mata sebagai indera penglihatanku mulai terasa terganggu, pandangan mataku seperti tertutup kabut hitam tebal dan terasa sangat perih, paru - paru ku terasa bekerja lebih keras dan sesuatu agaknya menempel aneh di kulitku, “Apa yang terjadi?” Aku mulai ragu dengan tempat yang sebelumnya ku kagumi ini.
            Karena rasa penasaranku semakin menjadi, terus dan terus ku paksakan ragaku menyusuri tempat asing ini walau keadaannya tak bersahabat dengan tubuhku, aku mulai sadar "Daritadi kenapa ngga ada pohon ya?". Tak ada jawaban atas kebingunganku, namun tetap ku lanjutkan rasa penasaranku kemudian sampailah aku dipesisir pantai, disini aku melihat tempat yang keadaannya sangat buruk, jauh berbeda dengan apa yang ku kenal sebagai pantai sebelumnya, air disini bergitu berbusa, memiliki aroma tak sedap dan hitam pekat, sepertinya ekosistem pantai ini sudah hancur karena detergen dan limbah - limbah manusia dan industri pabrik pikirku.
            “Ini tempat apa sih?” Pikiranku terus dihantui pertanyaan ini. Aku mencoba mencari tahu namun tak dapat ku temukan jawaban atas pertanyaan itu. “Apa disini masih ada manusia?” “Adakah sesorang yang mampu menjelaskan kebingunganku?” “Ini Bumi atau bukan?” Akhirnya aku bertemu suatu makhluk aneh, “Siapa mereka? Manusiakah? Alien? Atau apa?” Kebingunganku tentang tempat ini kian menjadi – jadi. Ku beranikan diri untuk menyapa suatu makhluk yang baru pertamakali ku temukan itu, sebelumnya aku ragu dia akan mengerti bahasaku. Tubuh mereka seperti manusia, memiliki kepala dan lengkap dengan wajah yang sangat menyerupai manusia, namun telinga mereka lebih kecil, mata mereka lebih sipit dari manusia sekarang, alis mereka begitu tebal dan hidung mereka berukuran lebih besar dari manusia pada umumnya.  Perbedaan yang paling mencolok adalah dalam hal ukuran tubuh mereka sangat kecil, yaitu sekitar 100 cm. Kulit mereka juga sangat gelap, terlihat kotor dan tak terawat. Ku beranikan menyapa makhluk aneh itu,
            “Hei, kamu penghuni tempat ini ya?” tanyaku
            “Hei juga… iya, aku makhluk bumi yang tinggal disini” jawabnya
            Lega rasanya ternyata mereka dapat mengerti bahasaku. Namun masih aku bertanya – tanya dalam diamku, “jika mereka disini adalah Bumi dan mereka penghuninya, lantas aku siapa?” Semakin takku mengerti jalan cerita yang sedang ku lalui sekarang. Aku terus mencari tahu, bertanya pada makhluk yang mengaku penghuni Bumi tersebut.
“Apa kamu manusia? Bukannya manusia memiliki sedikit perbedaan dengan keadaan kamu sekarang?” tanyaku
“Iya aku manusia, kata kakekku dahulu manusia memang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, kata kakekku juga, manusia zaman dulu memiliki mata yang lebih lebar, hidung yang lebih kecil dan telinga yang lebih besar dari kami, jujur cerita kakekku sangat pas dengan keadaan kamu sekarang”, dia menjelaskan
            Aku semakin bingung, tak bisa ku masukkan ke fikiran rasionalku.
            “Apa aku sudah gila?” Lalu dia melanjutkan ceritanya.
“Kata kakekku, manusia dahulu berevolusi sehingga seperti keadaanku sekarang, dia bilang ke aku kalau keadaan alamlah yang merubah kami, mata kami lebih kecil karena udara di Bumi sudah tak bersahabat, mata kami selalu terkena iritasi dan akhirnya mengecil dalam ukuran. Telinga kami lebih kecil disebabkan oleh penyesuaian dalam menangkap gelombang suara, dimulai dari abad ke-22 saat industri robot mencemari suara – suara di Bumi. Hidung kami lebih besar disebabkan karena di Bumi sudah terasa langka apa yang menjadi kebutuhan utama kami, ya oksigen. Rusaknya alam, hilangnya hutan Karena kebutuhan industri adalah faktor utama krisis oksigen tersebut. Oleh karena itu alat pernafasan kami harus bekerja lebih keras dalam menangkap zat yang sangat penting untuk kelangsungan hidup kami itu, kalau masalah ukuran tubuh kakekku menjelaskan bahwa itu disebabkan karena pola makan manusia yang tidak lagi vegetarian, tetapi lebih ke makanan siap saji yang nutrisinya masih tanda tanya. Masalah kulit mungkin karena langkanya air bersih, air hujan datang hanya sekali dalam 3 bulan, itupun kondisi airnya sangat mengerikan, hitam, berbau dan sangat kotor. Kalau kamu mau beli air bersih, harganya pun sangat mahal, untuk 1 liternya dihargai $500” katanya.
“Wah… Mengerikan sekali yaa… Aku jadi bingung, sekarang tanggal berapa?” tanyaku.
            Aku terkejut dan tak bisa menerima jawabannya, dia mengatakan sekarang tanggal 13 Oktober 2713 Masehi. “Bagaimana bisa aku ke masa depan?” Aku mulai ketakutan, aku bahkan berlari menjauh dari makhluk Bumi tahun 2713 itu.  Ragaku terasa sesak, sepertinya suplai oksigen dalam tubuhku mulai habis, terasa mataku mulai terganggu. Keadaan Bumi di tahun 2713 sangatlah menyusahkan aku.
            Karena ketakutan aku terus belari, berlari sebisa yang dapat kulakukan, apa yang terjadi? Alarm kota berbunyi, mendeteksi aku sebagai ancaman. Tiiiiiit…. Tiiiiit…… Ancaman! Ancaman! Dalam benakku “Suara apa itu?” Tiba – tiba kawanan robot berseragam seperti polisi mendekatiku, aku semakin ketakutan dan terus berlari. Stop! Stop! Suara robot memerintahkanku, aku tak mau mendengar dan tidak berhenti, ketika aku berbalik badan terlihat senjata laser mendekat menuju ragaku, “Tidaaaaaaaaaaaaaaaak!!!” Ah… aku terbangun dari tidurku, syukurlah aku tak tertembak dan semua hanya mimpi.
            Usai sudah perlajalan alam mimpi yang begitu berbekas dalam benakku, aku masih takut jika Bumi benar – benar disii oleh teknologi – teknologi yang merusak, aku juga sangat takut jika kenyamanan hidup seperti sekarang tak dapat dirasakan di masa mendatang. Sebagai manusia yang bernyawa kita bertanggung jawab atas Bumi sekarang, berusaha dan berdoa dalam menjaga kelestarian Bumi ini, memang teknologi tak bisa dihentikan perkembangannya, namun jangan mengorbankan pengembangan teknologi itu dengan air, udara, alam, oksigen dan semuanya agar kehidupan di masa depan tetap baik dan sejahtera.

GALIS ASMARA
TEKNIK LINGKUNGAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Komentar