Review
Ditulis oleh : Galis Asmara
Lahan bekas tambang
merupakan lahan sisa kegiatan pertambangan yang umumnya fungsi lahan
sebagaimana mestinya tidak ada lagi. Hal ini terjadi karena keinginan manusia untuk
mengeksploitasi lahan tersebut lebih besar daripada kemampuan lingkungan untuk
menanggung beban akibat gangguan keseimbangan ekosistem. Tak jarang lahan bekas
tambang bersifat sulfidik yang ketika teroksidasi melepaskan sulfat sehingga PH
tanah berkurang, ketika PH tanah berkurang maka keberadaan unsur – unsur
penting dalam tanah mulai menghilang. Pada lahan bekas tambang perubahan tanah
(fisik, kimia, dan biologi) terjadi secara drastis, sehingga di dalam ekosistem
tersebut makhluk hidup, dalam hal ini mikroba harus beradaptasi dengan
lingkungan yang baru agar tidak punah.
Mikroba merupakan makhluk
hidup yang rentan dengan perubahan lingkungan sehingga sering bermutasi untuk
bertahan hidup. Mikroba tersebut mmberikan dampak pada lahan bekas tambang,
baik postif maupun negatif antara lain :
1.
Sebagai
Biokatalisator AMD (Acid Mine Drainage)
dan Sebagai Agen Biomining,
AMD merupakan suatu kondisi dimana PH tanah dan air
menjadi sangat rendah akibat kadar asam sulfat yang tinggi. Menurunnya PH dan
hilangnya bahan organik pada tanah akan memicu pertumbuhan bakteri pengoksidasi
sulfur (BOS) seperti Thiobacillus spp., Leptospirillum spp., Sulfolobus spp.,
dan Ferroplasma spp. Bakteri BOS tersebut sifatnya suka asam sehingga dalam hal
ini berakibat negatif pada lahan bekas tambang karena memicu laju AMD menjadi
500.000 – 1000.0000 kali lebih cepat dari biasanya.
Selain merugikan, bakteri kelompok BOS juga dapat
menguntungkan. Bakteri BOS dapat menjadi agen biomining, yaitu sebagai pemanen atau pengekstraksi sisa logam yang
memiliki nilai ekonomis tinggi seperti tembaga, seng, nikel bahkan dapat
melepaskan emas dan perak dari mineral pirit. Tentu dari kemampuan Mikroba
sebagai pemanen ini sangat menguntungkan karena menurut Rawlings dan Silver
(1995) dalam Rawlings (2004) dalam Enny (2008) ekstraksi logam dengan mikroba
lebih ekonomis dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan ekstraksi secara
kimia.
2.
Sebagai
Agen Bioremidiasi Logam – logam
Bioremediasi adalah suatu proses pemulihan polutan
dengan memanfaatkan jasa makhluk hidup seperti mikroba (bakteri, fungi,
khamir), tumbuhan hijau atau enzim yang dihasilkan dalam proses metabolisme
mereka (disarikan dari berbagai sumber). Bagi mikroba tertentu, polutan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mereka.
Terdapat berbagai macam logam berbahaya bagi kehidupan
di lahan bekas tambang, antara lain arsen (As), merkuri (Hg) dan Sianida (CN). Salah
satu spesies mikroba yang terbukti mampu melakukan bioremediasi sianida adalah Pseudomonas pseudoalcaligenes. Dalam
mereduksi Hg beberapa mikroba memiliki enzim merkuri reduktasi antara lain Pseu-domonas putida, Geobacter
metallire-ducens dan Shewanella
putrefaciens. Menurut penelitian Lovley (1995) dalam Widyati (2006) dalam
Enny (2008) remediasi merkuri dengan mikroba jauh lebih baik daripada secara
kimia ka-rena metode secara kimia selain lebih mahal juga masih menghasilkan timbunan
lumpur yang mengandung Hg.
Permasalahan utama pada lahan bekas tambang yang paling
umum adalah rendahnya pH akibat sulfat pada lahan yang berakibat pada
meningkatnya kelarutan logam-logam. Oleh karena itu kegiatan rehabilitasi pada
lahan yang demikian harus dimulai dengan penurunan konsentrasi sulfat dan
pencegahan oksidasi mineral sulfida. Kelompok bakteri pereduksi sulfat (BPS)
yaitu Desul-fovibrio desulfuricans, dan
D. vulgaris dapat dimanfaatkan untuk mereduksi sulfat yang ada di lahan
bekas tambang.
3.
Sebagai
pemacu tanaman melakukakan proses fitoremidiasi
Fitoremediasi
merupakan istilah yang dikhususkan pada proses bioremediasi yang dilakukan oleh
tumbuhan yang berasosiasi dengan mikroba. Peran tumbuhan dalam biremidiasi
adalah memfasilitasi aktifitas mikroba tanah dalam mendegradasi logam – logam
dengan menstimulasi protein, asam – asam organik dan zat – zat tertentu di akar
sehingga mikroba mendekati akar tumbuhan (kemotaksis), peran ini disebut dengan
fitostimulasi. Contohnya adalah tanaman legum yang mengeluarkan flavonoid yang
dapat merangsang terjadinya asosiasi antara tanaman legum dengan bakteri
rhizobium. Beberapa genus rhizobium didapatkan mempunyai peranan dalam proses
bioremediasi logam pada lahan-lahan yang tercemar karena mereka mempunyai enzim
metalothionin. Contoh lain adalah asosiasi tanaman dengan jamur pembentuk mikoriza
teru-tama fungi mikoriza arbuskula (FMA). Menurut Joner and Leyval (1997) dalam
Enny (2008), hifa ekstraradikal FMA dapat menyerap logam berat lebih banyak
akan tetapi logam diminimalisir gerakannya sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman inangnya.
Dengan
demikian peranan mikroba tanah dalam membantu proses fitoremediasi adalah
menyediakan lingkungan yang optimal sehingga bibit dapat tumbuh dan memainkan
perannya secara optimal atau membantu peningkatan penyerapan logam tanpa
tanaman menderita keracunan. Hal ini akan mempercepat peng-hilangan (removal)
logam-logam dari lingkungan tersebut sehingga kualitas lingkungan akan menjadi
lebih baik.
Sebagai bangsa yang memiliki
banyak sumber daya, cara – cara di atas sangat diperlukan dalam perbaikan lahan
bekas tambang. Sebenarnya lingkungan memiliki kemampuan untuk memulihkan
dirinya sendiri. Namun pada lahan bekas tambang perlu mendapat perhatian dari
manusia karena proses pemulihan oleh lingkungan sangat lambat karena kadar
pencemarannya sangat tinggi. Proses pemulihan yang melibatkan upaya manusia
disebut engineered bioremediation
yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Nutrient
Amendment, perbaikan
unsur hara supaya cukup dan seimbang (sufficient
and balance),
2. Bioaugmentation,
pemberian inokulum
mikroba fungsional dengan jenis dan jumlah yang memadai untuk berlangsungnya
suatu proses bioremediasi.
Komentar
Posting Komentar