Bagimana kabarmu hari ini? Aku harap baik - baik saja. Ada sebuah cerita pendek tentang bagaimana lingkungan kita di masa depan. Cerpen ini dibuat atau dilatarbelakangi karena tugas dari dosen Ilmu Lingkunganku di UII, Bapak Tasdiyanto Rohadi. Hehe... ini dia ceritanya......

Dengan cepat aku alihkan pikiran tentang
alat yang katanya mampu mengirin raga ku ke planet Mars. Aku terus melangkah,
semakin jauh dan semakin pula aku penasaran dengan tempat ini, aku terus
menyusurinya seraya terkagum - kagum dengan teknologi super canggih yang ada
dihadapanku. Tak lama kemudian ku rasakan sesuatu yang sedikit mengganggu tubuhku, mata sebagai indera penglihatanku
mulai terasa terganggu, pandangan mataku seperti tertutup kabut hitam tebal dan
terasa sangat perih, paru - paru ku terasa bekerja lebih keras dan sesuatu
agaknya menempel aneh di kulitku, “Apa
yang terjadi?” Aku mulai ragu dengan tempat yang sebelumnya ku kagumi ini.
Karena rasa penasaranku semakin menjadi,
terus dan terus ku paksakan ragaku menyusuri tempat asing ini walau keadaannya
tak bersahabat dengan tubuhku, aku mulai sadar "Daritadi kenapa ngga ada pohon ya?". Tak ada jawaban
atas kebingunganku, namun tetap ku lanjutkan rasa penasaranku kemudian
sampailah aku dipesisir pantai, disini aku melihat tempat yang keadaannya
sangat buruk, jauh berbeda dengan apa yang ku kenal sebagai pantai sebelumnya,
air disini bergitu berbusa, memiliki aroma tak sedap dan hitam pekat,
sepertinya ekosistem pantai ini sudah hancur karena detergen dan limbah -
limbah manusia dan industri pabrik pikirku.
“Ini tempat apa sih?” Pikiranku terus
dihantui pertanyaan ini. Aku mencoba mencari tahu namun tak dapat ku temukan
jawaban atas pertanyaan itu. “Apa disini
masih ada manusia?” “Adakah sesorang
yang mampu menjelaskan kebingunganku?” “Ini Bumi atau bukan?” Akhirnya aku
bertemu suatu makhluk aneh, “Siapa mereka?
Manusiakah? Alien? Atau apa?” Kebingunganku tentang tempat ini kian menjadi
– jadi. Ku beranikan diri untuk menyapa suatu makhluk yang baru pertamakali ku
temukan itu, sebelumnya aku ragu dia akan mengerti bahasaku. Tubuh mereka
seperti manusia, memiliki kepala dan lengkap dengan wajah yang sangat
menyerupai manusia, namun telinga mereka lebih kecil, mata mereka lebih sipit dari manusia sekarang, alis
mereka begitu tebal dan hidung mereka berukuran lebih besar dari manusia pada
umumnya. Perbedaan yang paling mencolok
adalah dalam hal ukuran tubuh mereka sangat kecil, yaitu sekitar 100 cm. Kulit
mereka juga sangat gelap, terlihat kotor dan tak terawat. Ku beranikan menyapa
makhluk aneh itu,
“Hei, kamu penghuni tempat ini ya?”
tanyaku
“Hei juga… iya, aku makhluk bumi yang
tinggal disini” jawabnya
Lega
rasanya ternyata mereka dapat mengerti bahasaku. Namun masih aku bertanya –
tanya dalam diamku, “jika mereka disini
adalah Bumi dan mereka penghuninya, lantas
aku siapa?” Semakin takku mengerti jalan cerita yang sedang ku lalui
sekarang. Aku terus mencari tahu, bertanya pada makhluk yang mengaku penghuni
Bumi tersebut.
“Apa kamu manusia? Bukannya
manusia memiliki sedikit perbedaan dengan keadaan kamu sekarang?” tanyaku
“Iya aku manusia, kata
kakekku dahulu manusia memang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, kata
kakekku juga, manusia zaman dulu memiliki mata yang lebih lebar, hidung yang
lebih kecil dan telinga yang lebih besar dari kami, jujur cerita kakekku sangat
pas dengan keadaan kamu sekarang”, dia menjelaskan
Aku
semakin bingung, tak bisa ku masukkan ke fikiran rasionalku.
“Apa aku sudah gila?” Lalu dia
melanjutkan ceritanya.
“Kata kakekku, manusia
dahulu berevolusi sehingga seperti keadaanku sekarang, dia bilang ke aku kalau
keadaan alamlah yang merubah kami, mata kami lebih kecil karena udara di Bumi
sudah tak bersahabat, mata kami selalu terkena iritasi dan akhirnya mengecil
dalam ukuran. Telinga kami lebih kecil disebabkan oleh penyesuaian dalam
menangkap gelombang suara, dimulai dari abad ke-22 saat industri robot
mencemari suara – suara di Bumi. Hidung kami lebih besar disebabkan karena di
Bumi sudah terasa langka apa yang menjadi kebutuhan utama kami, ya oksigen. Rusaknya
alam, hilangnya hutan Karena kebutuhan industri adalah faktor utama krisis
oksigen tersebut. Oleh karena itu alat pernafasan kami harus bekerja lebih
keras dalam menangkap zat yang sangat penting untuk kelangsungan hidup kami itu,
kalau masalah ukuran tubuh kakekku menjelaskan bahwa itu disebabkan karena pola
makan manusia yang tidak lagi vegetarian, tetapi lebih ke makanan siap saji
yang nutrisinya masih tanda tanya. Masalah kulit mungkin karena langkanya air
bersih, air hujan datang hanya sekali dalam 3 bulan, itupun kondisi airnya
sangat mengerikan, hitam, berbau dan sangat kotor. Kalau kamu mau beli air
bersih, harganya pun sangat mahal, untuk 1 liternya dihargai $500” katanya.
“Wah… Mengerikan sekali yaa…
Aku jadi bingung, sekarang tanggal berapa?” tanyaku.
Aku
terkejut dan tak bisa menerima jawabannya, dia mengatakan sekarang tanggal 13 Oktober
2713 Masehi. “Bagaimana bisa aku ke masa
depan?” Aku mulai ketakutan, aku bahkan berlari menjauh dari makhluk Bumi
tahun 2713 itu. Ragaku terasa sesak,
sepertinya suplai oksigen dalam tubuhku mulai habis, terasa mataku mulai
terganggu. Keadaan Bumi di tahun 2713 sangatlah menyusahkan aku.
Karena
ketakutan aku terus belari, berlari sebisa yang dapat kulakukan, apa yang
terjadi? Alarm kota berbunyi, mendeteksi aku sebagai ancaman. Tiiiiiit…. Tiiiiit…… Ancaman! Ancaman!
Dalam benakku “Suara apa itu?” Tiba –
tiba kawanan robot berseragam seperti polisi mendekatiku, aku semakin ketakutan
dan terus berlari. Stop! Stop! Suara robot memerintahkanku, aku tak mau mendengar
dan tidak berhenti, ketika aku berbalik badan terlihat senjata laser mendekat
menuju ragaku, “Tidaaaaaaaaaaaaaaaak!!!”
Ah… aku terbangun dari tidurku, syukurlah aku tak tertembak dan semua hanya
mimpi.
Usai
sudah perlajalan alam mimpi yang begitu berbekas dalam benakku, aku masih takut
jika Bumi benar – benar disii oleh teknologi – teknologi yang merusak, aku juga
sangat takut jika kenyamanan hidup seperti sekarang tak dapat dirasakan di masa
mendatang. Sebagai manusia yang bernyawa kita bertanggung jawab atas Bumi sekarang,
berusaha dan berdoa dalam menjaga kelestarian Bumi ini, memang teknologi tak
bisa dihentikan perkembangannya, namun jangan mengorbankan pengembangan
teknologi itu dengan air, udara, alam, oksigen dan semuanya agar kehidupan di
masa depan tetap baik dan sejahtera.
GALIS ASMARA
TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Komentar
Posting Komentar